Selasa, 21 Desember 2010

Persaingan Bisnis Kartu Chip Belum Terlalu Ketat


Persaingan Bisnis Kartu Chip Belum Terlalu Ketat
KONTAN, 19 Desember 2010
http://executive.kontan.co.id/v2/ceo_talk/read/64/Rully-Oktavianto

Seiring dengan jumlah pengguna ponsel yang meningkat pesat, bisnis cip kartu perdana operator telekomunikasi pun makin bersinar. Salah satu pemain yang mencicipi rejeki ini adalah PT Data Management System Indonesia (DAMASA). Nah, untuk mengungkap kiat Damasa mendongkrak pasar, wartawan KONTAN Karkus Sumartomdjon mewawancarai Presiden Direktur Damasa Rully Oktavianto di Jakarta, Jumat pekan lalu.

Bisnis telekomunikasi semakin menjanjikan. Ambil contoh di bidang telekomunikasi suara (voice). Saat ini, pelanggan (subscriber) telepon seluler sudah mencapai 180 juta. Jumlah ini akan membengkak menjadi 200 juta pada 2011 nanti. Ini jelas peluang besar. Belum lagi di sektor telekomunikasi data.
Potensi pasar yang besar ini menggugah minat saya untuk berbisnis telekomunikasi. Apalagi, saya sebelumnya bekerja di perusahaan internet provider, yang berhubungan langsung dengan operator telekomunikasi. Karena itulah, saya mendirikan PT Data Management System Indonesia (DAMASA), yang bergerak di bidang penyediaan smart card atau kartu chip. Salah satunya bagi operator seluler.
Sebelum terjun di bisnis kartu chip, sebenarnya, saya belum mendapat gambaran bisnis telekomunikasi seperti apa yang tepat saya lakoni. Dari berdiskusi dengan teman-teman Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) akhirnya, saya memutuskan terjun ke bisnis smart card pada tahun 2007.
Saya langsung menggandeng salah satu pemain smart card asal Prancis, yakni Sagem Orga yang kini sudah bernama Safran Morpho. Kenapa harus kartu cip? Terus terang, saat itu saya tidak punya modal kuat. Biasanya para pemodal bakalan terjun di bidang menara BTS (base transceiver station). Nah, bisnis kartu chip ini tidak memerlukan modal yang relatif besar.
Sudah begitu, persaingan bisnis ini belum terlalu ketat. Waktu saya terjun, baru ada tiga pabrik. Saat ini, baru ada lima pabrik, termasuk DAMASA.
faktor terpenting dalam bisnis ini adalah potensi pasarnya yang besar. Coba lihat isi atau kantong orang saat ini, pasti ada kartu kredit, kartu debit, identitas diri (ID card), dan ponsel. Nantinya, semua kartu ini bakal menggunakan teknologi chip. Taruh kata, satu orang punya lima kartu chip di sakunya, hitung saja berapa besar potensi bisnis ini.
Awal terjun di bisnis ini, saya lebih fokus pada pembuatan kartu perdana GSM. Produk ini tergolong mudah dibuat. Tidak memerlukan teknologi rumit.
Produk smart card ada tiga tipe, yakni kartu perdana GSM, kartu identitas, dan kartu untuk kredit dan debit. Di antara ketiga jenis kartu cip ini, kartu bangking punya teknologi yang rumit karena mempertimbangkan tingkat keamanan.
Awalnya, saya mengimpor kartu cip. Mata saya terbuka setelah menyaksikan bahwa proses produksi pembuatan smart card bagi operator GSM ternyata tidak sulit-sulit amat.
Inilah yang membuat saya nekat mendirikan pabrik pembuatan kartu cip. Karena, saya ingin lama berkecimpung di bisnis ini, tidak melulu menjadi pemasok smart card semata.
Dengan mendirikan pabrik kartu cip, saya juga ingin meringankan beban devisa Negara. Yang tak kalah penting adalah membuka kesempatan kerja. Saat ini, kami memperkerjakan lebih dari seratus pegawai.
Padahal, awal usaha mendirikan pabrik ini tidak mudah. Saya sempat meminta tolong orangtua tapi tidak di kasih, tapi saya tidak patah semangat. Dengan dana yang ada, saya menyewa dan membenahi sebuah gudang bekas pabrik garmen di Cirendeu, Ciputat.
Selain itu, saya juga punya keuntungan di bisnis pembungkusan starter pack. Dari sinilah, saya membenahi fasilitas pabrik saya hingga akhirnya saya harus mencari modal ke bank. Awalnya rada susah. Mana ada bank mau menggelontorkan dana bagi pebisnis pemula?

Mesin handal dongkrak pendapatan
Beruntung, sebuah bank syariah memberi saya pinjaman sebesar Rp 30 milliar. Dengan modal ini, saya langsung membeli mesin pembuat smart card yang paling canggih. Ibaratnya merek Mercedes Benz di bidang otomotif.
Berbekal mesin ini, saya jadi mudah menjaring pasar. Sebelumnya, rencana pendirian pabrik Damasa selalu saya sebut, saat bertandang ke para operator telekomunikasi. Beruntung mereka mau memberi saya kepercayaan. Damasa berhasil mendapat order kartu perdana.
Awalnya tidak seberapa. Seperti Telkomsel memberi saya order kartu perdana 500.000 perbulan. Lantas Axis sebanyak 2,5 juta chip perbulan. Kalau dibandingkan dengan pemain lain, nilai pesanan yang kai peroleh tidak seberapa.
Setelah mesin yang punya kapasitas produksi 4,5 juta cip per bulan ini ada, saya langsung memberi pelatihan ke para karyawan supaya karyawan kami dapat memanfaatkan mesin ini secara optimal. Misalnya, bisa menjaga tingkat kerusakan kartu cip seminim mungkin.
Soalnya, ada aturan global bahwa di sebuah industri smart card tidak boleh ada cacat produksi hingga mencapai 2% dari total produksi. Kalau lebih  dari 2% berarti si perusahaan tidak bagus.
Dengan mesin handal serta karyawan kami yang tahu mengoptimalkan mesin ini, tingkat kerusakan produksi kartu cip kami kurang dari 1%, yakni sekitar 0,2%. Tahun depan, saya ingin, tingkat kerusakan ini menjadi 0,1% saja.
Ini langkah penting supaya kami bias lebih efesien. Artinya kami tidak perlu lagi menyetok kartu chip dan kartu plastic dalam jumlah banyak.
Kami juga bakal terus belajar dari pengalaman. Apalagi, teknologidi bisnis ini tergolong cepat berubah. Mau tidak mau, kami harus bias mengikuti perkembangan. Kalau saat ini kami bias meng-input data 3.000 unit per jam, ke depan kami harus bias meng-input data lebih banyak lagi. Atau, kami harus menguasai system sekuriti di kartu chip sektor perbankan.
Lewat serangkaian langkah itu, jumlah pelanggan kartu chip kami tambah. Tak cuma Telkomsel dan Axis, tapi juga Indosat, XL Axiata, dan lainnya, tahun 2009, kami bisa menjual 30 juta kartu chip.
Selain itu, kami juga merambah ke pembuatan kartu identitas. Kebetulanm kami mendapat proyek pengadaan kartu identitas bagi pegai negeri sipil dan mahasiswa Universitas Indonesia.
Pendapatan kami pun langsung berlipat ganda. Tahun 2009, omzet kami US$ 7,5 juta, tahun ini, kami prediksi bisa tumbuh dua hingga tiga kali lipatnya. Untuk tahun 2011, mudah-mudahan bisnis kami bisa tumbuh antar 15%-20%.

Calonkan Diri Menjadi Ketua HIPMI Jakarta

Dunia telekomunikasi tak asing bagi Rully Oktavianto, pendiri sekaligus Presiden Direktur PT Data Management Systems Asia (DAMASA). Maklum sang ayah, Setyanto Prawira Sentosa, adalah salah satu mantan petinggi PT Telkom.
Meski begitu, dahulu, pria berusia 35 tahun ini tidak memiliki mimpi untuk bisa menjadi pengusaha kartu cihp. “Semuanya mengalir begitu saja,” kata pria lulusan Royal Melbourne Institute of Technology yang hobi basket dan golf ini.
Perkenalannya dengan dunia operator telekomunikasi terjalin saat ia bekerja di PT Jasa Jejaring Wasantara (Pacific Links), sebuah perusahaan penyedia jasa internet. Dari sinilah, penciuman bisnis Rully terasah. Kemampuan bisnisnya kian terasah kala dia bergaul dengan pengusaha HIPMI. ”HIPMI membantu bisnis saya”, katanya.
Wajar bila ayah satu anak ini sekarang aktif di organisasi para pengusaha muda ini. Semenjak menjadi anggota di 2006, beberapa jabatan penting ia pegang. Sekarang, ia mengaku tengah memberanikan diri maju menjadi salah satu calon Ketua HIPMI DKI Jakarta periode 2011-2014 pada pencalonan 12 Januari mendatang.
Agar lancar, ia mendirikan posko pemenangan dirinya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta. Ia pun tidak boleh bepergian selama proses kampanye berlangsung.


Contact:
RULLY OKTAVIANTO
HP  : 0811912222
PIN :216642B1
Website: http://www.rullyoktavianto.com 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar